Dunia Psikologi Perkembangan...

Dunia Fantastis..

Rabu, 12 Mei 2010

Musik dan Perkembangan Emosi Anak

Perkembangan Emosi Anak

Emosi adalah perasaan yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya. Emosi dipengaruhi oleh faktor biologis, namun faktor biologis hanya sebagai bagian dari emosi. Misalnya seorang tuna netra meskipun tidak dapat melihat tapi tetap memiliki dan merasakan emosi. Untuk memahami kapan, dimana, dan bagaimana emosi diekspresikan harus memahami budaya yang berlaku. Biologis membuat manusia menjadi makhluk emosional, tapi perkembangan emosi dipengaruhi oleh keterikatan terhadap budaya dan hubungan orang lain.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri, yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesali di kemudian hari.


Klasifikasi emosi :
1. Spesifik : perasaan sedih, senang yang jelas terasa
2. Tidak spesifik : perasaan yang tidak jelas, adanya ketidaknyamanan, seperti ketika sedang menghadapi suatu masalah ada rasa ingin menangis tapi tidak bisa menangis
3. Intensitas Lemah : perasaan senang tapi tidak terlalu senang
4. Intensitas Kuat : perasaan senang yang amat sekali
5. Positif : perasaan senang, bahagia
6. Negatif : perasaan marah, jengkel

Beberapa tren pengaturan emosi :
1.Berasal dari sumber daya eksternal ke internal. Orang tua mengajarkan pada anak apa dan bagaimana emosi yang sedang anak rasakan
2.Strategi kognitif. Mengajarkan untuk selalu berpikir positif pada tiap situasi yang sedang dihadapi. Dapat juga dengan pengalihan atensi.
3.Rangsangan emosi.
4.Memilih dan mengatur konteks hubungan. Mengajarkan pada anak, misalnya ketika sedang marah, harus tetap ada batasannya.
5.Coping terhadap stress. Mengcopy stress pada hal lain yang lebih bermanfaat.

Konsep perkembangan emosi :
1. Pengaturan emosi (emotional regulation)
A. Emotion Coaching, maksudnya memonitor, melatih, dan scaffolding pada emosi anak. Peran orang tua sangat penting dalam mengatur emosi anak, misalnya jika anak sedang mengalami kegagalan, anak tersebut dibolehkan marah tapi tetap dikontrol agar jangan sampai merusak (anarkhi).
B. Emotion Dismissing, dengan melakukan penolakan, mengabaikan, dan mengubah emosi anak. Misalnya jika anak terlihat sedih, kita tidak perlu menanyakan apa penyebab anak sedih tapi kita langsung mengalihkannya dengan mengajaknya berjalan – jalan atau bermain bersama.

2. Kompetensi emosi (emotional competence)
Agar bisa dikatakan kompeten secara emosional, seseorang harus menguasai ketrampilan yang berhubungan dengan konteks sosial, dengan menggunakan kosakata yang tepat. Pemahaman tentang keadaan emosi yang dialami mendeteksi emosi orang lain menggunakan kosakata yang tepat untuk mengekspresikan emosi, sensitif dan empati.


Mengarahkan Perkembangan Emosi Anak
Balita butuh dukungan bagi perkembangan emosinya. Lima prinsip berikut ini perlu diketahui orang tua untuk mengembangkan emosi anak
1. Tetapkan waktu bermain setiap hari dengan anak. Beri kesempatan pada anak untuk menentukan apa yang ingin ia lakukan bersama Anda. Tempatkan anak pada posisi pemimpin dan Anda pada posisi yang dipimpin.
2. Luangkan waktu untuk memecahkan masalah bersama anak. Ketika anak merasa sedih karena tidak diajak bermain oleh temannya, bantu anak mencari penyebabnya, kemudian cari bersama pemecahannya. Acara semacam ini membantu anak belajar berpikir logis dalam mengatasi masalah emosinya, dan menumbuhkan kemampuannya untuk mengantisipasi, serta berkesempatan mengatasi masalah emosinya sendiri.
3. Melihat masalah dari sudut pandang anak. Kalau kita sungguh-sungguh mendengarkan dan berempati terhadap anak, kita dapat memahami alasan anak melakukan segala sesuatu. Misalnya, saat anak mengamuk, Anda perlu mendengarkan alasan mengapa ia melakukan hal itu. Saat Anda paham betul perasaan anak, Anda mungkin sekali tidak akan ikut-ikutan marah
4. Minimalkan masalah. Saat anakl merasa jengkel karena gagal menyusun balok menjadi bentuk gedung yang ia inginkan, misalnya, Anda dapat menunjukkan penyebab kegagalannya.
5. Berikan batasan. Batasan memberi bimbingan dan rasa aman kepada anak. Menetapkan batasan dapat dikombinasi dengan waktu bermain bersama anak, khususnya ketika anak menunjukkan perilaku buruk.


Musik dan Kecerdasan Emosi
Dalam perkembangan kognitif dari Piaget, dalam teori belajar yang didasari oleh perkembangan motorik, salah satu yang penting yang perlu distimulasi adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan motorik anak mengenal dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga meningkatkan kepekaan sensori, dan dengan kepekaan sensori ini juga meningkatkan perkiraan yang tepat terhadap ruang (spatial), arah dan waktu. Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari berfungsinya efisiensi pada area lain. Kesadaran anak akan tempo dapat bertambah melalui aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan urutan dari pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga diperkuat melalui aktivitas gerak.
Kemampuan-kemampuan seperti itulah makin dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan dalam logika berpikir, matematika,dan penyelesaian masalah. Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996).
Menurut Siegel (1999) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak.
Efek atau suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan. Artinya, hemisfer ini memainkan peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang sangat penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi. Kehalusan dan kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati pengalaman kehidupan dengan “perasaan”, adalah fungsi otak kanan, sedang kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan kiri itu).
Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang inherent terdapat pada setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.
Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia. Musik digambarkan sebagai salah satu “bentuk murni” ekspresi emosi. Musik mengandung berbagai contour, spacing, variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas, sesuai dengan komponen-komponen emosi manusia.

Rabu, 05 Mei 2010

Perkembangan Kognitif dan Bahasa Pada Anak


Perkembangan Kognitif

1. Teori kognitif Piaget
Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar) yang aktif. Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak dapat mengambil peran dalam lingkungannya dan bagaimana lingkungan sekitar berpengaruh pada perkembangan mentalnya. Piaget tidak memberikan penekanan terhadap pentingnya bahasa dalam perkembangan kognitif anak. Bagi Piaget bukan perkembangan bahasa pertama yang paling fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan aktivitas atau action.
Menurut psikologi Piaget, dua macam perkembangan dapat terjadi sebagai hasil dari beraktivitas, yaitu asimilasi dan akomodasi. Suatu perkembangan disebut asimilasi jika aktivitas terjadi tanpa menghasilkan perubahan pada anak, sedangkan akomodasi terjadi jika anak menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang ada di lingkungannya. Misalnya ketika anak sudah bisa menggunakan sendok dan kemudian diberi garpu dan dia menggunakan garpu (alat makan baru) sebagaimana ia menggunakan sendok yang berfungsi sebagai alat makan yang dikenal sebelumnya, berarti ia telah melakukan asimilasi. Akan tetapi, ketika ia sadar bahwa dengan garpu ia memiliki kesempatan untuk makan dengan cara menusukkan garpu ke makanan dan bukan cuma menyendoknya. Dengan demikian, anak itu telah melakukan akomodasi.
2. Teori kognitif Vygotsky
Vygotsky memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama pandangannya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Menurut Vygotsky perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di dalam hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya pergeseran dalam perkembangan kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga memberi kesempatan baru kepada anak untuk melakukan berbagai hal, untuk menata informasi dengan menggunakan simbol-simbol.
Menurut Vygostky, anak belajar dengan cara menginternalisasi hasil dari interaksi dengan orang tua. Orang lain dan bahasa memiliki peranan penting dalam perkembangan kognitif anak.
Dalam teori Vygotsky, ada yang disebut dengan ZPD ( Zone of Proximal Development )adalah kesenjangan antara apa yang sudah bisa mereka lakukan dengan apa yang belum bisa mereka capai dengan mengandalkan diri mereka sendiri, dalam arti memerlukan bantuan teman, anak lain yang lebih terlatih, juga orang dewasa.
ZPD dibagi menjadi dua . ZPD batas bawah dan ZPD batas atas. ZPD batas bawah maksudnya tingkat keahlian yang dimiliki anak secara mandiri. Sedangkan ZPD batas atas maksudnya tingkat keahlian tambahan yang dimiliki anak dengan bantuan instruktur.
Beberapa pengikut Vygostky, telah mengaplikasikan sebuah metafora mengenai perancah ( scaffold ). Scaffolding adalah dukungan sementara yang diberikan oleh orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya sampai anak tersebut bisa melakukan sendiri, sehingga terjadinya perubahan tingkat dukungan pada anak. Scaffolding dapat membantu orang tua dan guru secara efisien memandu kemajuan kognitif anak. Misalnya seorang anak yang sedang belajar jalan, awalnya dengan ”mentitah” atau menegakkan tubuh anak sambil memegangi kedua tangannya ketika berjalan, kemudian dengan melepaskan satu tangan kita, sehingga semakin lama tangannya dilepas, dan membiarkan anak belajar berjalan tanpa dipegangi lagi, lalu membiarkannya berjalan sendiri beberapa langkah yang anak mampu hingga akhirnya benar – benar dapat berjalan sendiri.

Perkembangan Bahasa
Nadia, 5tahun, sendiri di ruang belajarnya dan menggambar. Saat menggambar, ia berbicara dalam hatinya, ”Enaknya rumah ini aku kasih warna apa ya??, hijau atau biru, hmmm..biru aja dech,lebih bagus..”. Kemudian saat telah selesai menggambar terdengar ia sedang berbicara keras, ”Yess..akhirnya selesa juga,bagus banget dech gambarku,pasti Bu Guru kasih aku nilai bagus..”
Perkataan pribadi (Private Speech) adalah penggunaan bahasa untuk kemandirian pribadi pada anak berusia 3- 7 tahun tanpa adanya niat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Macamnya ada dua, seperti dalam contoh Nadia di atas, berbicara dalam hatinya ketika menggambar disebut dengan private speech internal, sedangkan kalimat keras yang dia ucapkan saat selesai menggambar adalah private speech eksternal. Anak yang melakukan Private Speech biasanya dalam melakukan kegiatan lebih fokus dan memiliki kinerja yang baik.



Terima Kasih..Semoga Bermanfaat..