Dunia Psikologi Perkembangan...

Dunia Fantastis..

Selasa, 17 Mei 2011

Motherhood

Motherhood
“Haruskah jiwa seorang perempuan menjadi layu ketika memutuskan untuk menjadi seorang ibu?”

Yaa..Film ini bercerita tentang kisah seorang ibu rumah tangga yang dulunya adalah seorang penulis fiksi, dan kini mendedikasikan hidup sepenuhnya untuk keluarga, Eliza Welch. Eliza memiliki dua orang anak. Sebagai ibu rumah tangga, Eliza adalah ibu yang super sibuk, karena  hampir semua urusan rumah tangga ia kerjakan sendiri, misalnya mulai pagi  sudah mempersiapkan untuk anak pergi ke sekolah, belanja, mengurus suami, membersihkan rumah, dll. Ada kebiasaan unik yang biasa dilakukan Eliza, yaitu selalu mengikuti dan tak ingin kehilangan momen setiap perkembangan anaknya, dengan mengabadikannya dalam potretan foto. Di sela waktunya, Eliza juga masih menyempatkan untuk mengisi blog pribadinya. Merasa kelelahan yang amat sangat membuat keadaan emosional Eliza juga tidak stabil, seperti mudah marah dan dingin terhadap tetangga. Suatu ketika, Eliza tertarik untuk mengikuti lomba essay 500 kata mengenai arti menjadi seorang ibu. Disinilah, sambil menulis essay tersebut, muncul perasaan bahwa ia mulai merasa kehilangan jati dirinya setelah menjadi ibu. Eliza menjadi tidak punya waktu untuk memanjakan dirinya sendiri. Perasaan tersebut semakin muncul ketika ada seorang kurir surat yang datang ke rumahnya. Dari obrolan dengan kurir tersebut, Eliza merasa lebih dihargai sebagai seorang wanita. Konflik pun mulai muncul. Eliza merasa jenuh dengan keadaan, sehingga ia ingin meninggalkan sejenak kehidupannya yang rumit dan melelahkan itu. Eliza pun berencana pergi keluar kota, namun tak berhasil juga, karena ia tak dapat membohongi perasaan bahwa ia tak dapat meninggalkan anak-anaknya. Namun, setelah tragedy tersebut, Eliza dan suaminya, Avery berbicara dari hati ke hati. Disanalah, Eliza banyak mengutarakan kekesalan.

Analisa
Dalam film ini, Eliza diceritakan sebagai seorang ibu yang mulai memasuki usia dewasa tengah, yang mana pada usia tersebut mengalami krisis paruh baya. Salah satu krisis yang dialami Eliza adalah situasi pernikahan yang kurang bahagia, dalam arti ia yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus keluarga sehingga kurang memiliki waktu untuk dirinya sendiri, sehingga merasa suaminya tak peduli dengan keadaan di rumah dan terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tak jarang, karena kelelahan yang memuncak, Eliza menjadi sosok yang emosional, terlebih ia merasa dirinya sudah tidak berharga lagi menjadi seorang wanita, terutama di mata suaminya. Menurut teori transformasi Gold, pada rentang usia 29-43 tahun, seseorang mulai mempertanyakan diri, merasa kebingungan peran, merasa tidak puas dengan pernikahan dan karir. Selain itu, juga mengalami sebuah periode urgensi untuk mencapai tujuan hidup, kesadaran akan keterbatasan waktu, penyusunan kembali tujuan hidup. Perasaan tidak berharga lagi yang dirasakan Eliza muncul saat ia mencoba menuangkan tulisannya untuk mengikuti lomba essay mengenai arti menjadi seorang ibu.
Adapun pola karir Eliza dapat disebut dengan  “Interrupted Career”, karena sebelumnya ia adalah seorang penulis fiksi yang cukup sukses dan meninggalkan pekerjaannya karena lebih memilih untuk mengurus anak dan keluarganya. Maka, dalam kehidupan dewasa tengah seperti Eliza perlu adanya sebuah “Leisure” yang berarti waktu yang menyenangkan setelah bekerja ketika individu bebas untuk mengikuti aktivitas dan keinginan yang mereka pilih sendiri untuk menghilangkan kejenuhan.
Pada kisah Eliza, juga mencerminkan kehidupan keluarga tradisional yang mana sebagai ibu mendedikasikan dirinya untuk mengasuh anak dan rumah sedangkan ayah bekerja. Bagi seorang Eliza yang dulunya seorang penulis fiksi yang aktif kemudian tidak ada lagi waktu luang yang banyak untuk menulis karena berkutat dengan kesibukan rumah tangganya tentu saja adalah hal yang membutuhkan proses penyesuaian yang tidak mudah.
Sedangkan untuk hubungan interpersonal kehidupan Eliza lebih kepada intimacy yang berkaitan denga komitmen dan personal bonding. Eliza adalah sosok ibu yang selalu berusaha untuk tidak melewatkan moment penting dalam keluarganya, seperti foto – foto saat anaknya bermain, sekolah, tidur, dll. Eliza adalah sosok ibu yang juga dekat dengan anak – anaknya, berusaha mengerti kesibukan suaminya. Ia berusaha menjadi sosok ibu dan istri yang bisa merawat dan peduli terhadap keluarganya.
" Apalah arti menjadi seorang ibu? "















Rabu, 13 April 2011

Hubungan Orang Tua dan Anak Dewasanya

Psikologi Keluarga

Alhamdulillah..Di kesempatan kali ini, saya akan berbagi ”secuil” tentang fakta dalam kehidupan keluarga..Semoga bermanfaat..
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta "kulawarga". Kata kula berarti ras dan warga yang berarti anggota. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Hubungan orang tua dan anak dewasanya...
Rasa saling ketergantungan dalam keluarga adalah efek yang alami, karena dapat dinyatakan keluarga adalah awal dari anak untuk mulai mengenal dunia, tumbuh dan berkembang sehingga pasti terjadi kebiasaan-kebiasaan yang dijalani bersama. Rasa ketergantungan itulah  yang akan terus ada sepanjang hidup diantara orang tua dan anak- anak mereka, meskipun pada akhirnya anak pasti akan tumbuh dewasa. Saat anak masih dalam usia dini hingga remaja, orang tualah yang intens dalam memberikan bantuan pada anak. Bagaimanapun juga, anak tetap disebut anak meski telah dewasa. Banyak anggapan bila anak telah dewasa terutama bila sudah menikah atau memiliki penghasilan sendiri, akan lepas sepenuhnya dari tanggung jawab orang tua. Namun pada banyak peristiwa ,kenyataannya tidak juga seperti itu. Misalnya, bila anak sudah menikah dan tinggalnya sudah pisah dari orang tua mereka, pada awalnya orang tua pasti akan merasa kehilangan dan kerinduan yang mendalam, dapat diistilahkan dalam bahasa Jawa ” anakku wes dipek uwong”. Orang tua pun biasanya malah memberi perhatian yang lebih. Orang tua akan banyak memberikan saran, dan menanyakan kabar pada anaknya dan tak jarang yang masih membantu anaknya dari segi finansial, atau bahkan membantu dalam bentuk pemberian perabot rumah tangga untuk rumah anaknya. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh adanya rasa takut dalam diri orang tua bahwa pada awal pernikahan anak mereka, anaknya tak dapat hidup dengan layak seperti saat masih tinggal bersama. Padahal, anak sangat menikmati hidup baru mereka dengan pasangannya.
Tetapi bantuan tersebut berangsur-angsur akan memudar, seiring dengan perkembangan kehidupan anak. Anak semakin mandiri dengan keluarga kecilnya, dan ada saatnya anak akan memiliki karir yang semakin menanjak dan berpenghasilan yang lebih dari cukup. Meski orang tua tak pernah meminta, namun saat itulah biasanya anak mulai untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk orang tua mereka. Terlebih bila orang tuanya sudah dalam masa pensiun dan sakit tua. Akan berbalik menjadi anak yang akan ”memanjakan” orang tua mereka, merawat mereka, sebagai rasa balas budi dan tanggung jawab terhadap orang tua. Dan bila cucu telah hadir, perhatian orang tua pun akan teralih dan memanjakan cucunya.
Bagi saya pribadi, tiada tempat yang paling hangat dan nyaman selain keluarga. Keluargalah yang paling mengerti tingkah polah dan kepribadian saya. Sayangi keluargamu terutama orang tuamu, selagi fisik masih sanggup untuk bertemu, agar tak ada penyesalan di hari esok.